JAKARTA, JITUNEWS.COM - Presiden Recep Tayyip Erdogan, pada Jumat (25/11) menegaskan bahwa Turki bertekad untuk "membasmi" kelompok teroris yang selama ini menjadi ancaman utama terhadap keamanan nasinal Turki, dimana pun mereka berada atau dengan pihak mana kelompok teroris tersebut bekerja sama.
Komentarnya muncul setelah Washington melayangkan protes terkait operasi militer yang digelar oleh Turki di Suriah Utara. Menurut Kementerian Pertahanan AS, serangan udara Turki tersebut secara langsung membahayakan keselamatan personil militer AS yang bekerja sama dengan kelompok militan Kurdi di Suriah.
“Tidak peduli dengan siapa kelompok teroris itu berkolusi, Turki akan selalu meminta pertanggungjawaban mereka atas setiap tetes darah yang mereka tumpahkan,” kata Erdogan dalam pidatonya di Istanbul, dikutip RT.com.
Rusia Tak Akan Anggap Ukraina Negara Teroris meski Lakukan Pelanggaran HAM
Sejak Minggu, Ankara telah melakukan serangan udara dan artileri, yang dijuluki Operasi Claw-Sword, di Suriah utara dan Irak. Sasaran serangan tersebut adalah milisi Kurdi yang dianggap bertanggung jawab atas serangan teroris 13 November di Istanbul yang menewaskan enam orang dan melukai 81 orang.
Pada hari Rabu, pesawat Turki dikabarkan membom sebuah lokasi yang hanya berjarak 300 meter dari pangkalan AS di dekat kota Hasakah.
“Serangan udara baru-baru ini di Suriah secara langsung mengancam keselamatan personel AS yang bekerja di Suriah dengan mitra lokal untuk mengalahkan ISIS dan mempertahankan tahanan lebih dari sepuluh ribu tahanan ISIS,” kata juru bicara Pentagon Patrick Ryder.
Menanggapi pernyataan itu, Menteri Pertahanan Turki Hulusi Akar pada hari Jumat mengatakan bahwa Ankara hanya menargetkan teroris dan bahwa “tidak mungkin bagi kami untuk menyakiti pasukan koalisi atau warga sipil.”
Departemen Luar Negeri AS sebelumnya mengakui bahwa semua wilayah yang dikuasai ISIS telah dibebaskan pada Maret 2019. Washington juga masih memposisikan sekitar 900 personil tentaranya di Suriah, tanpa izin dari pemerintah di Damaskus atau PBB.
Mantan Kanselir Jerman Sudah Tahu jika Konflik Ukraina-Rusia Bakal Terjadi